Limbah Rumput Laut, Bahan Baru Pupuk Organik

Inilah pemandangan baru di halaman rumah Soerianto Kusnowirjono di Jakarta Pusat. Sebuah tabulampot sawo setinggi 1,5 m digelayuti 431 buah berwarna cokelat. Lazimnya, Manilkara zapota itu hanya memunculkan 143-145 buah. Usut punya usut, anggota keluarga Sapotaceae itu berbuah 3 kali lipat setelah media diganti limbah rumput laut.

Soerianto heran bukan kepalang. Ia tak pernah memberi perlakuan khusus pada sawo koleksinya. ‘Paling hanya disiram setiap hari. Pupuk NPK pun tak pernah dibenamkan,’ kata manajer ekspor PT Agarindo Bogatama itu. Misteri itu terjawab saat Soerianto menanyakan pada pegawai yang bertugas menambah media pada tabulampotnya. Sang pegawai tak memberikan media-sekam, tanah, dan pupuk kandang-seperti biasanya. Setiap media susut, pegawainya menambahkan media baru berupa limbah rumput laut berumur 6-12 bulan.

Limbah rumput laut itu berasal dari sebuah penampungan limbah seluas 10 ha di Pasarkemis, Tangerang. Soerianto memang memproduksi rumput laut di pantai Sulawesi dan mengolahnya menjadi tepung rumput laut bahan agar-agar.

Sejak 10 tahun lalu, lahan itu menjadi bukit limbah rumput laut setinggi 3-6 m. Saking tebalnya, di area yang datar saja ketebalan limbah mencapai 6 m. ‘Ternyata setiap berkunjung ke penampungan limbah, pegawai saya membawa untuk media sawo,’ kata alumnus Jurusan Biologi dari California State University, Los Angeles itu.

Cerita sang pegawai itu mengingatkan Soerianto saat berselancar di dunia maya. Ia memperoleh informasi, di Jepang limbah rumput laut digunakan sebagai media tanam jamur dan padi. Untuk meyakinkan, ia mengajak Roni Setyanto, pembuat pupuk kompos kotoran sapi, berkunjung ke penampungan limbah. Roni melihat di atas tumpukan limbah yang telah melapuk, tumbuh gulma dan beraneka tanaman yang ditanam penduduk sekitar. Pepaya dan labu tumbuh subur meski pupuk sintetis kimia tak ditambahkan. ‘Ini sumber pupuk organik yang tak ternilai,’ kata Roni.

Istimewa

Menurut Eddy Soesanto, pemilik nurseri Tebuwulung, tabulampot sawo yang digelayuti hingga 431 buah tergolong langka. ‘Biasanya sawo manila (buah berbentuk bulat seukuran telur, red) setinggi 1,5 m berbuah sebanyak 100- 150 buah. Lain halnya dengan sawo keraton yang berukuran kecil dan lancip. Ia bisa berbuah lebat hingga 400 buah,’ tuturnya. Dibutuhkan perawatan intensif untuk melebatkan sawo hingga selebat itu. Misal dengan pemberian NPK rutin. Sayang, Eddy tak pernah mencoba media limbah rumput laut.

Meski jarang yang mencoba limbah rumput laut sebagai media dan pupuk, semua sepakat bahan itu sumber pupuk organik. Sebut saja Yos Sutioso, praktikus pertanian di Jakarta dan Dr Dedik Budianta, pakar ilmu tanah di Palembang. ‘Karena berasal dari makhluk hidup, media dan pupuk dari rumput laut tergolong organik. Ia bagus untuk memperbaiki sifat fisika tanah,’ kata Yos Sutiyoso. Namun, menurut Yos, unsur hara dalam bahan organik tak mudah diserap tanaman. Karena itu budidaya secara komersial dengan bahan organik murni hampir mustahil dilakukan kecuali dikombinasikan dengan pupuk sintetis.

Menurut Dedik, limbah rumput laut memang berpotensi digunakan sebagai pupuk organik. ‘Memang limbahnya yang berpotensi untuk pupuk. Bila rumput laut yang digunakan sebagai pupuk, kurang layak karena permintaan untuk agar-agar lebih tinggi,’ katanya. Sayang, penelitian limbah rumput laut di Indonesia masih langka karena ketersediaan sumber bahan baku terbatas. Pasalnya, sedikit sekali produsen agar-agar yang memanfaatkan limbah sebagai pupuk.

Ca dan Mg

Dedik menduga, pupuk asal limbah rumput laut kaya unsur hara alkalis seperti Ca dan Mg. ‘Rumput laut hidup di air laut yang kaya mineral. Ia akan menyerap mineral tersebut dan terakumulasi di jaringan. Logikanya, limbah rumput laut banyak mengandung mineral tersebut,’ tuturnya. Dedik mencontohkan tanaman dari keluarga kacang-kacangan yang mampu mengambil nitrogen dari udara. Saat tanaman itu digunakan sebagai pupuk, maka didapat pupuk yang kaya N.

Hipotesis Dedik tak keliru. Penelusuran Trubus di dunia maya menunjukkan, penelitian CR Blatt di Kanada melaporkan, pupuk rumput laut kaya unsur hara K, Ca, Mg, Mn, dan B. Tingginya unsur hara tersebut sangat bermanfaat bagi tanaman dan tanah. Sebut saja Mg yang dibutuhkan tanaman sebagai penyusun klorofil. Ca mampu mengendalikan pH tanah yang asam. Menurut Dedik, pekebun biasanya menambahkan Ca dan Mg dalam bentuk dolomit. Toh, penelitian di Indonesia masih perlu dilanjutkan. Pasalnya, penelitian di luar negeri lazimnya berupa pupuk rumput laut. Bukan pupuk limbah rumput laut.

Sejatinya, penggunaan rumput laut di Indonesia sebagai pupuk bukan barang baru. Enam tahun silam ada pupuk berbahan baku rumput laut. Setahun silam, PT Diamond Interest International di Jakarta, meluncurkan produk pupuk cair organik berbahan baku ganggang laut yang diperkaya asam humat. Menurut G. Chandra Rini, senior marketing Diamond Interest International, bahan itu dipilih karena selain menghasilkan pupuk, didapat hasil sampingan berupa hormon bermanfaat. Benarkah demikian? Menurut Ir Wijaya, pakar buah di Bogor, para produsen dan penelitilah yang bertugas membuktikan. (Destika Cahyana)

Trubus-online.com