Budidaya Duku (Lansium Domesticum Correa)

1. Asal Usul

Duku merupakan tanaman tropis beriklim basah yang berasal dari Malaysia dan Indonesia (Kalimantan Timur). Dari negara asalnya, duku menyebar ke Vietnam, Myanmar, dan India. Penyebaran duku tidak secepat manggis. Nama lain yang sering digunakan untuk Lansium domesticum adalah Aglaila dooko Griffth atau Aglaila domesticum (Corr.) Pelegrin. Di dunia ini dikenal tiga macam spesies Lansium yang mirip satu sama lain, yakni duku, langsat, dan pisitan (getahnya paling banyak). Namun, yang terkenal adalah duku dan langsat.

Di luar jawa, duku sering disebut langsat. Namun, di daerah jawa, buah langsat sering disebut kokosan. Duku ini mempunyai banyak varietas ada yang buahnya besar sekali, tetapi ada pula yang kecil. Ada yang berbiji besar, ada pula yang tidak berbiji, tetapi ada pula yang apomiksis (biji vegetatif). Sentra produksi duku yang penting adalah Palembang, Pasarminggu (Condet), Karanganyar dan Kulonprogo (Nanggulan). Singosari (Malang) terkenal dengan langsatnya yang tanpa biji. Negara penghasil duku adalah Filipina, Malaysia dan Indonesia.

2. Agroekologi

Duku dapat tumbuh dan berbuah baik di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl. Duku dapat tumbuh dan berbuah baik pada tipe tanah latosol, podsolik kuninmg dan aluvial. Curah hujan 1500-2500 mm per tahun. Tanah yang sesuai mempunyai pH antara 6 – 7. Tanaman lebih senang ditanam di tempat yang terlindung. Oleh karena itu, tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan atau tegalan, bersama dengan tanaman tahunan lainnya.

Duku toleran terhadap kadar garam tinggi, asalkan tanahnya mengandung banyak bahan organik. Duku juga toleran terhadap tanah masam atau lahan bergambut. Tanaman ini toleran terhadap iklim kering, asalkan kondisi air tanahnya kurang dari 150 cm. Tanah yang terlalu sarang, seperti pada tanah pasir, kurang baik untuk tanaman duku. Namun, tanah berpasir yang mengandung banyak bahan organik dapat digunakan untuk tanaman dukum asalkan diberi pengairan yang cukup.

3. Perbanyakan tanaman

Tanaman diperbanyak dengan biji. Biji ini dibersihkan dari daging yang melekat pada biji, kemudian disemaikan langsung karena biji duku tidak dapat disimpan lama. Biji duku bersifat poliembrioni sebesar 10 – 50 %.

Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan sambung pucuk. Batang bawah berasal dari semai biji duku berumur setahun lebih. Perbanyakan dengan penyusuan berhasil baik, tetapi dapat dipisahkan dari pohon induknya setelah 4 – 5 bulan kemudian. Sementara, cara okulasi jarang dilakukan karena pertumbuhan bibitnya lemah meskipun dapat berakar.

Bibit dari biji mempunyai masa remaja panjang, antara 8 – 17 tahun. Umur mulai berbuah untuk bibit vegetatif belum jelas, tetapi di Thailand bibit sambungan mulai berbuah pada umur 5 – 6 tahun.

Cabang entres diambil dari varietas unggul yang daunnya masih muda, tetapi sudah mulai menua, biasanya menjelang musim hujan. Untuk memperoleh hasil sambungan tinggi sebaiknya daun cabang entres dirompes dua minggu sebelum cabang di potong. Di Filipina, sebagai batang bawah yang kompatibel digunakan semai Dysoxylum altisimum Mer. dan Dysoxylum floribundum Mer. Hasil percobaan bibit sambungan duku di Bogor yang berumur 12 tahun belum berbuah.

4. Varietas unggul

Varietas unggul yang dianjurkan untuk dikembangkan adalah rasuan (Palembang). Varietas unggul lainnya adalah condet (Pasar Minggu) dan matesih (Karanganyar). Varietas duku dari Palembang (ogan komering) sangat populer karena hampir tidak berbiji dan rasanya manis sekali.

5. Bududaya Tanaman

Duku ditanam pada jarak 6 – 8 m dalam lubang berukuran 60 cm x 60 cm x 50 cm. Setiap lubang diberi pupuk kandang yang telah jadi sebanyak 20 Kg/lubang. Bibit ditanam pada umur 1 – 2 tahun atau setelah mencapai tinggi 5 cm lebih.

Pupuk buatan berupa campuran 100 g urea, 50 g P2O5 dan 5 g KCl per tanaman diberikan empat kali dengan selang tiga bulan sekali. Setelah ditanam, bibit harus diberi naungan dengan atap daun kelapa atau jerami kering. Kondisi lahan disekitar bibit harus dijaga agar tetap lembap.

Pada musim kemarau dianjurkan di sekitar batang tanaman diberi mulsa jerami kering. Mulsa tidak boleh menutup bagian pangkal batang. Hal ini untuk mencegah serangan rayap yang tidak terlihat dan mencegah leher batang terlalu basah. Pemeliharaan selanjutnya adalah pembersihan tanaman dari lumut kulit batang dan parasit. Bibit dari biji mulai berbuah pada umur 8 – 17 tahun, tergantung pemeliharaan. Di Thailand, bibit sambungan mulai berbuah pada umur 5 – 6 tahun. Biasanya tanaman berbunga pada bulan Desember – Januari.

6. Hama dan penyakit

Hama penting pada tanaman duku adalah kutu putih yang sering menyerang daun muda dan penggerek buah duku, yang meyebabkan buah berlubang dan gugur sebelum matang. Penyakit yang menyerang tanaman duku adalah cendawan mati pucuk cabang dan bercak coklat pada buah yang disebabkan oleh antraknosa. Kelelawar dan tikus merupakan binatang yang dapat merusak buah. Oleh karena itu, buah duku yang masih muda harus diberongsong dengan bongsang yang dibuat khusus atau dibungkus dengan karung.

Hama lain yang jarang dikemukakan adalah penyakit cakar ayam. Gejalanya, di ujung tanaman tumbuh tunas pendek, rapat, bergerombol, dan membengkok. Diduga penyakit ini disebabkan oleh tusukan serangga pengisap cairan. Akibatnya ujung cabang yang sakit tidak mampu tumbuh memanjang. Bila kondisi subur, dari ujung tunas yang bundel tersebut sering tumbuh tunas-tunas baru hingga tampak sangat menarik sebagai hiasan. Hama ini dapat diberantas dengan menyemprotkan insektisida Tamaron 0,3% dan ujung cabang bundel dipotong.

7. Panen dan Hasil

Buah duku dapat dipanen setelah tua benar, yakni setelah berumur enam bulan sejak bunga mekar. Warna buah menjadi kekuningan, kulit tipis, dan getahnya sedikit (pada pisitan tetap banyak), serta agak lunak. Buah dipanen dengan memotong tangkai tandan dan tidak boleh dijatuhkan ke tanah. Hasil panen dapat mencapai 100 – 600 Kg perpohon per tahun. Musim panen buah antara bulan Februari – April.

Berkebun 21 jenis tanaman buah / Drs. H. Hendro Sunarjono